Sabtu, 17 Desember 2011

Howard Schultz, Sosok di Balik Kesuksesan Starbucks

Howard Schultz (lahir 19 Juli 1953) adalah seorang pengusaha Amerika dan pengusaha yang dikenal sebagai chairman dan CEO Starbucks dan mantan pemilik Seattle SuperSonics. Schultz mendirikan Maveron, sebuah kelompok investasi, pada tahun 1998 dengan Dan Levitan.
Apa yang akan Anda lakukan jika ide Anda ditolak dan dilecehkan? Menyerah? Atau malah makin bergairah? Jika pilihan terakhir ini yang Anda lakukan, barangkali suatu keajaiban bisa terjadi pada Anda.Kemungkinan itu bukan isapan jempol belaka.
Hal itu pernah dialami oleh Howard Schultz, orang yang dianggap paling berjasa dalam membesarkan kedai kopi, Starbucks. "Secangkir kopi satu setengah dolar? Gila! Siapa yang mau? Orang-orang Amerika tidak akan pernah mengeluarkan satu setengah dolar untuk kopi," itulah salah satu cemooh yang diterima Howard, saat menelurkan ide untuk mengubah konsep penjualan Starbucks.Dalam buku Pour Your Heart Into It; Howard menceritakan bagaimana ia merintis cangkir demi cangkir kopi dan menjadikan Starbucks sebagai kedai kopi dengan jaringan terbesar di seluruh dunia.
Awalnya, Howard adalah seorang general manager di sebuah perusahaan bernama Hammarplast. Suatu kali, ia datang ke Starbucks yang pada awalnya hanyalah toko kecil pengecer biji-biji kopi yang sudah disangrai. Toko ini dimiliki oleh duo Jerry Baldwin dan Gordon Bowker sebagai pendiri awal Starbucks. Duo tersebut memang dikenal sangat getol mempelajari tentang kopi yang berkualitas. Melihat kegairahan mereka tentang kopi, Howard pun memutuskan bergabung dengan Starbucks, yang kala itu baru berusia 10 tahun. Ia segera dekat dengan Jerry Baldwin. Sayang, hal itu kurang berlaku dengan Gordon Bowker dan Steve, seorang investor Starbucks baru.  Meski begitu, Howard tetap berusaha beradaptasi dan mencoba mengenalkan berbagai ide pembaruan untuk membesarkan Starbucks.
Suatu ketika, Howard mempunyai ide cemerlang. Ia mendesak Jerry untuk mengubah Starbucks menjadi bar espresso dengan gaya Italia. Setelah perdebatan dan pertengkaran yang panjang, keduanya menemui jalan buntu. Jerry menolak karena meskipun idenya bagus, Starbucks sedang terjerumus dalam utang sehingga tidak akan mampu membiayai perubahan.
Howard pun lantas bertekad mendirikan perusahaan sendiri. Belajar dari Starbucks, ia tidak mau berutang dan memilih berjuang mencari investor. Dan, pilihan inilah yang kemudian membuatnya harus bekerja ekstra keras. Ditolak dan direndahkan menjadi bagian keseharian yang harus dihadapinya.
Tekad itu terwujud. Bahkan dengan uang yang terkumpul dari usahanya, ia berhasil membeli Starbucks dari pendirinya. Namun, kerja keras itu tak berhenti dengan terbelinya Starbucks. Saat terjadi akuisisi, ia mendapati banyak karyawan yang curiga dan memandang sinis perubahan yang dibawanya. Tetapi, dengan sistem kekeluargaan, ia merangkul karyawan dan bahkan memberikan opsi saham sehingga rasa kepemilikan karyawan terhadap perusahaan makin tinggi.
Kini, Howard berhasil mengembangkan Starbucks hingga puluhan ribu cabang di seluruh dunia. Ia juga menekankan layanan dengan keramahan pada konsumen. Selain itu, Howard memperlakukan karyawan sebagai keluarga. Dengan cara itu, Howard terus berekspansi hingga menjadi kedai kopi terbesar di dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar