Selasa, 26 Juni 2012

Minggu 12 : Kebijaksaan Pemerintah


A.    Kebijaksanaan Fiskal

Jika di dalam kebijaksanaan moneter pemerintah menggunakan elemen uang beredar dan suku bunga untuk mengatr perekonomian, maka kebijaksanaan fiskal adalah suatu tndakan pemerintah di dalam mengatur perekonomian melalui anggaran belanja negara, dan biasanya dikaitkan dengan masalah perpajakan. Meskipun tidak selalu demikian, namun orang lebih melihat kebijaksanaan fiskal sebagai kebijaksanaan pemerintah di sektor perpajakan.

Kebijaksanaan fiskal (dalam hal ini melalui perpajakan) dapat dibedakan dari beberapa segi.
1.     Jika dilihat dari segi cara pembayarannya, sistem pembayaran pajak dibagi menjadi dalam istilah:
«     Pajak langsung: pajak yang pembayarannya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain.
Sebagai contoh adalah pajak kendaraan bermotor. Siapapun pemiliknya maka dia sendirilah yang harus membayarnya. Meskipun secara fisik dapat diwakilkan/ dilakukan oleh orang lain, namun secara formal harus dilakukan oleh si pemilik (diwakili dengan KTP asli si pemilik).
«     Pajak tidak langsung: pajak yang pembayarannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain, seperti pajak pertambahan nilai, cukai rokok, dsb.

2. Jika dilihat dari besar-kecilnya nilai yang harus dikeluarkan oleh wajib pajak (WP), pajak dapat dibagi dalam:
«     Pajak Regresif: pajak yang besar-kecilnya nilai yang harus dibayarkan, ditetapkan berbanding terbalik dengan besarnya pendapatan WP. Semakin tinggi pendapatan WP, semakin kecil pajak yang harus dibayarkan.
«     Pajak Sebanding: pajak yang besar-kecilnya sama untuk berbagai tingkat pendapatan, umumnya untuk tiap jenis komoditi dengan karakteristik yang sama.
«     Pajak Progresif: pajak yang besar-kecilnya akan ditetapkan searah dengan besarnya pendapatan WP, semakin tinggi pendapatan maka akan semakin besar pula pajak yang harus dibayarkan. Dan sebaliknya semakin kecil pendapatan, bahkan untuk pendapatan yang ada di bawah garis standar, si WP akan mulai menerima subsidi dari pemerintah.

3. Jika dilihat dari sisi tujuan ditetapkannya, maka ada beberapa tujuan dari adanya kebijaksanaan perpajakan ini, yakni:
«     Pajak adalah sebagai salah satu sumber penerimaan pemerintah yang cukup potensial. Dengan semakin baiknya tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia, maka semakin besar pula nilai pajak yang dapat dihimpun oleh negara. Hal ini didukung pula dengan semakin banyaknya objek pajak dapat dikenai pajak.
«     Pajak adalah sebagai alat pengendali tingkat pengeluaran masyarakat, dengan sistem perpajakan dapat membantu pemerintah dalam hal menekan pengeluaran, terutama jika kondisi perekonomian sedemikian cepatnya sehingga dapat memicu inflasi yang semakin tidak terkendali, sehingga pengeluaran masyarakat dan pemerintah perlu dikurangi.


B.    Kebijakan Fiskal dan Moneter Luar Negeri

Di dalam sektor luar negeri, kedua kebijaksanaaan ini memiliki istilah lain, yang di dalam istilah tersebut terdapat kombinasi antara keduanya. Istilah yang dimaksud adalah:
a.     Kebijaksanaan menekan pengeluaran
Kebijaksanaan ini dilakukan dengan cara mengurangi tingkat konsumsi/ pengeluaran yang dilakukan oleh para pelaku ekonomi di Indonesia. Cara-cara yang ditempuh diantaranya:
«     Menaikkan pajak pendapatan. Dengan tindakan ini maka pendapatan yang siap untuk dibelanjakan masyarakat (Y disposible) menjadi berkurang sehingga diharapkan masyarakat akan mengurangi presentase pengeluarannya.
«     Menaikkan tingkat bunga. Dengan kebijaksanaan ini, kegiatan investasi menjadi tidak menarik lagi. Akibatnya kegiatan investasi akan turun yang berarti pengeluaran dari sektor ini akan berkurang.
«     Mengurangi pengeluaran pemerintah. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan penjadwalan ulang proyek-proyek dengan lebih mengutamakan prioritas kebutuhan yang lebih mendesak, dan dengan mengurangi bentuk-bentuk subsidi yang tidak lagi relefan.

Jika dilihat dari tindakan-tindakan yang diambil tersebut, bahwa kebijaksanaan ini tampaknya tidak cocok untuk keadaan perekonomian yang sedang mengalami tingkat pengangguran yang tinggi. Karena dengan kondisi perekonomian yang seperti itu, maka justru perekonomian sedang membutuhkan dana yang besar untuk menaikkan investasi, sehingga dapat tercipta lapangan pekerjaan yang dapat menampung para penganggur tersebut. Sedangkan jenis kebijaksanaan ini justru mengakibatkan sebaliknya.

b.     Kebijaksanaan memindah pengeluaran
Jika dalam kebijaksanaan menekan pengeluaran, para pelaku ekonomi diusahakan berkurang, maka dalam kebijaksanaan ini pengeluaran mereka tidak berkurang, hanya dipindah dan digeser pada bidang yang tidak terlalu beresiko memperburuk perekonomian. Kebijaksanaan ini dapat dilakukan secara paksa dan dapat juga dipergunakan dengan memakai rangsangan.
Secara paksa kebijaksanaan ini ditempuh dengan cara:
«     Mengenakan tarif dan/ atau quota, dengan tindakan ini diharapkan masyarakat akan memindah konsumsinya ke komoditi buatan dalam negeri, karena dengan dikenakannya kedua hambatan perdagangan tersebut, harga komoditi impor menjadi mahal.
«     Mengawasi pemakaian valuta asing, hal ini dapat dilakukan dengan memperhatikan maksud dan tujuan orang membutuhkan dan menggunakan valuta asing. Kemudian akan diberikan kepada mereka yang akan menggunakan valuta asing tersebut untuk mengekspor komoditi yang membantu terpenuhinya kebutuhan rakyat banyak dan demi meningkatnya produktivitas perekonomian.

Sedangkan kebijaksanaan memindah pengeluaran yang dilakukan dengan rangsangan dapat ditempuh dengan cara:
«     Menciptakan rangsangan-rangsangan ekspor, misalnya dengan mengurangi pajak komoditi ekspor, menyederhanakan prosedur ekspor, memberantas pungutan liar (pungli) dan biaya-biaya siluman yang turut membebani harga komoditi ekspor.
«     Menyetabilkan uah dan harga di dalam negeri, dengan demikian akan lebih memberi iklim yang lebih sehat bagi masyarakat Indonesia dalam mengkonsumsi produk dalam negeri. Dengan upah yang stabil akan ada kepastian pendapatan bagi masyarakat. Dan dengan kepastian harga, konsumen akan lebih tenang, dan menghindarkan dari tindakan spekulasi.
«     Melakukan devaluasi, yaitu suatu tindakan pemerintah dengan menurunan nilai tukar mata uang Rupiah terhadap Dolar. Dengan kata lain, devaluasi menyebabkan semakin banyak Rupiah yang harus dikorbankan untuk mendapatkan 1 unit dolar. Namun akibat positif yang ditimbulkannya adalah semakin murahnya nilai komoditi ekspor Indonesia di pasar dunia.

Dengan demikian tujuan mendasar di lakukannya devaluasi adalah untuk meningkatkan volume transaksi komoditi ekspor Indonesia. Harapannya dengan peningkatan tersebut, penerimaan negara dari sektor perdagangan luar negeri dapat meningkat, sehingga diperoleh dana pembangunan yang lebih banyak.

Namun demikian, manfaat devaluasi tersebut baru dapat dirasakan jika dipenuhi beberapa kondisi di bawah ini, yakni:

1)     Permintaan komoditi ekspor Indonesia memiliki sifat yang elastis.
Elastis artinya bahwa perubahan sedikit saja pada harga akan menyebabkan kenaikan permintaan terhadap komoditi tersebut dalam volume yang jauh lebih besar. Untuk lebih melihat prosesnya, dapat dilihat dalam grafik berikut:

2)     Permintaan komoditi ekspor juga bersifat elastis, dalam arti hampir sama dengan yang pertama, maka jka terjadi bahwa harga komoditi impor menjadi mahal sedikit saja (karena efek devaluasi), maka akan terjadi penurunan permintaan dari masyarakat Indonesia terhadap komoditi impor dalam jumlah yang sangat besar, dengan demikian tindakan devaluasi akan membawa hasil. Namun jika yang terjadi adalah sebaliknya, meskipun harga komoditi impor telah diturunkan, bahkan dengan presentase yang besar sekalipun, tetapi selera masyarakat Indonesia terhadap komoditi asing begitu tinggi, maka tindakan devaluasi tersebut tidak akan membawa dampak yang positif.

3)     Kemampuan industri nasioanal dalam memenuhi adanya peningkatan permintaan ekspor Indonesia tersebut. Jika di dalam negeri kapasitas produksi belum sepenuhnya digunakan (under eployment), maka masih ada kemungkinan untuk memanfaatkan kesempatan dengan memenuhi kenaikan permintaan tersebut. Namun jika kapasitas produksi sudah penuh dan bahkan telah ‘over employment’, maka adanya kenaikan permintaan tersebut tidak akan berarti banyak, dengan demikian devaluasi yang dilakukan tidak akan berakibat banyak pada kondisi perekonomian Indonesia.

4)     Adanya kemampuan pemerintah dan masyarakat di dalam mengendalikan inflasi di dalam negeri. Jika inflasi tetap tinggi, maka harga di dalam negeri cenderung tinggi, sehingga jika produk/ komoditi tersebut diekspor maka harganya juga akan tinggi, sedangkan tujuan kebijaksanaan devaluasi itu sendiri bertujuan menurunkan harga komoditi ekspor.

5)     Kenyataan bahwa negara mitra dagang Indonesia tidak melakukan tindakan/ kebijaksanaan yang sama. Jika ini terjadi dengan nilai devaluasi yang lebih besar, maka kejadiannya akan menyebabkan harga komoditi ekspor Indonesia (impor bagi negara mitra) akan menjadi mahal. Dan sebaliknya komoditi impor negara (ekspor dari negara mitra menjadi lebih murah). Sesuatu hal yang jauh dari harapan dilaksanakannya kebijaksanaan devaluasi oleh pemerintah.


Referensi:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar