Selasa, 20 Maret 2012

Stop Kemiskinan, Jaga Harga Pangan


BANTUAN Tunai Langsung alias BLT, akan berganti nama menjadi BLSM atau Bantuan Langsung Sementara Masyarakat. Progam ini untuk meringankan beban rakyat miskin, dari dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Tak hanya itu, progam bantuan lainnya adalah bea siswa, transportasi, dan beras miskin (raskin).
Rencananya, BLSM akan diberikan sebesar Rp 150 ribu setiap bulan, selama sembilan bulan berturut-turut.
Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jero Wacik, pemerintah telah menyiapkan dana sebesar Rp 22 triliun untuk melaksanakan ke empat progam tersebut.
Angka yang diungkap Jero memang mengundang tanda tanya. Sebab, Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Agung Laksono, sebelumnya mengatakan, ada sekitar 18,5 juta keluarga, beranggotakan 74 juta jiwa, yang akan menerima BLSM. Jadi, untuk BLSM saja dibutuhkan dana minimal Rp 24,974 triliun.
Nah, kalau ditambah dengan subsidi transportasi, bea siswa, dan raskin, yang kini masih dihitung, pasti jumlahnya lebih besar lagi.
Lantas, dari mana Menteri Jero Wacik mendapat angka Rp 22 triliun? Wallahualam. Yang jelas BLSM ataupun BLT, tidak akan membuat beban masyarakat menjadi ringan. Bahkan sebaliknya, tetap semakin berat.
Soalnya, jauh sebelum BLSM dibagikan, sejumlah harga barang, termasuk kebutuhan pokok, sudah terbang duluan. Beras Rojo Lele, misalnya, kini per kilo dijual seharga Rp 10 ribu. Sejak sebulan lalu, harganya terus merangkak dari Rp 7.500. Begitu pula beras jenis lain, rata-rata juga mengalami kenaikan antara 20% hingga 30%.
Tak hanya beras. Telur, cabai rawit, dan beberapa jenis sayur juga ikut-ikutan naik hingga 25%. Belum lagi tarif angkutan yang bakal naik 35%.
Kenaikan harga sembako, barang, dan tarif angkutan, jelas bakal membuat inflasi melambung tinggi. Pemerintah memperkirakan, inflasi bakal terkerek menjadi 7%. Inflasi yang tinggi akan menggerus uang rakyat.
Pemerintah memperkirakan, kenaikan harga tersebut bakal menambah jumlah penduduk miskin sekitar 450 ribu orang atau 1,5% dari total penduduk miskin. Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Agung Laksono mengatakan, saat ini ada 30 juta penduduk hampir miskin dan 30 juta penduduk miskin dan sangat miskin. "Total 60 juta. Jadi, ditambah 14 juta orang yang selama ini tidak terdaftar,” ujarnya.
Padahal 2011 lalu, jumlah penduduk miskin sudah mulai turun. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin, dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Kamis pekan lalu, mengatakan, kalau pada Maret 2011 ada 30,02 juta orang miskin, September 2011 sudah menjadi 29,89 juta orang.
Menurut Suryamin, penduduk yang rentan terhadap kemiskinan atau hampir miskin sebesar 11,5% atau 27,82 juta orang pada September 2011. "Tren kemiskinan tahun 1996 sampai 2011 menurun," katanya.
Patokan BPS dalam menghitung jumlah penduduk miskin adalah garis kemiskinan. Garis ini berubah-ubah setiap tahunnya seiring tingkat inflasi. Pada September 2011, garis kemiskinan makanan sebesar Rp 179.204 dan garis kemiskinan nonmakanan Rp 64.525. Sehingga total garis kemiskinan yang digunakan sebagai patokan sebesar Rp 243.729.
Menurut Suryamin, untuk mengurangi angka kemiskinan, maka stabilitas pangan harus dijaga. Pasalnya, sumbangan makanan dari tahun ke tahun sama tingginya, yakni 73,5% terhadap garis kemiskinan. “Kalau kita ingin menurunkan atau menjaga kemiskinan, stabilitas pangan harus dijaga,” ujar Suryamin.
Tapi, ya itu tadi, harga BBM bersubsidi belum naik, harga kebutuhan pokok dan barang sudah naik. Makanya, BLSM sebesar Rp 150 ribu per bulan hanyalah hadiah hiburan sementara bagi rakyat kecil. Setelah bantuan itu berhenti, mereka kembali menjalani hidup susah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar