Selasa, 20 Maret 2012

Minggu 2 : Sistem Perekonomian Indonesia



III. SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA

A. Perkembangan Sistem Ekonomi sebelum Orde Baru

Sejak berdirinya negara RI, sudah banyak tokoh-tokoh negara pada saat itu yang telah merumuskan bentuk perekonomian yang tepat bagi bangsa Indonesia, baik secara individu maupun diskusi kelompok.

Seperti Bung Hatta sendiri, semasa hidupnya mencetuskan ide, bahwa dasar perekonomian Indonesia yang sesuai cita-cita tolong menolong adalah koperasi (Moh Hatta dalam Sri-Edi Swasono, 1985) namun bukan berarti semua kegiatan ekonomi harus dilakukan secara koperasi, pemaksaan terhadap bentuk ini justru telah melanggar dasar ekonomi koperasi.

Demikian juga dengan tokoh ekonomi Indonesia saat itu, Sumitro Djojohadikusumo, dalam pidatonya di Amerika tahun 1949, menegaskan bahwa yang dicita-citakan adalah ekonomi semacam campuran.


Menurut UUD 1945, sistem perekonomian Indonesia tercantum dalam pasal-pasal 23, 27, 33 & 34. Demokrasi Ekonomi dipilih karena memiliki ciri-ciri positif yang di antaranya adalah (Suroso, 1993):

  • Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.
  • Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara & menguasai hajat hidup orang banyak yang di kuasai oleh negara.
  • Bumi, air & kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara & dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
  • Pengawasan terhadap kebijaksanaannya serta sumber-sumber kekuatan & keuangan negara digunakan dengan permufakatan lembaga-lembaga perwakilan rakyat.
  • Warga negara memiliki kebebasan dalam memilih pekerjaan yang dikehendaki serta mempunyai hak akan pekerjaan & kehidupan yang layak.
  • Hak milik perorangan diakui & pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan masyarakat.
  • Potensi, inisiatif & daya kreasi setiap warga negara dikembangkan sepenuhnya dalam batas-batas yang tidak merugikan kepentingan umum.
  • Fakir miskin & anak-anak terlantar di pelihara oleh negara.

      Dengan demikian perkonomian Indonesia tidak mengizinkan adanya :
  •      Free fiht liberalism, yaitu adanya suatu kebebasan usaha yang tidak terkendali sehingga memungkinkan terjadinya eksploitasi kaum ekonomi yang lemah dan terjajah dengan akibat semakin bertambah luasnya jurang pemisah si kaya dan si miskin.
  •      Etatisme, yaitu keikutsetaan pemerintah yang terlalu dominan sehingga mematikan motivasi dan kreasi masyarakat untuk berkembang dan bersaing secara sehat. Jadi masyarakat hanya bersikap pasif saja
  • .    Monopoli,suatu bentuk pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok tertentu, sehingga tidak memberikan pilihan lain pada konsumen untuk tidak mengikuti keingian sang monopoli. Disini konsumen seperti robot yang diatur untuk mengikuti jalannya permainan.




Meskipun pada awal perkembangannya perekonomian Indonesia menganut sistem ekonomi Pancasila, Demokrasi Ekonomi & ‘mungkin campuran’, namun bukan berarti sistem perekonomian liberalis & etatisme tidak pernah terjadi di Indonesia. Awal tahun 1950an- 1957an merupakan bukti sejarah adanya corak liberalis dalam perekonomian Indonesia. Demikian juga dengan sistem etatisme, yang mewarnai sistem perekonomian Indonesia pada tahun 1960an sampai dengan masa orde baru.
Keadaan ekonomi Indonesia antara tahun 1950- 1965an sebenarnya telah di isi dengan beberapa program & rencana ekonomi pemerintah. Di antara program-program tersebut adalah:

  • Program Banteng tahun 1950, yang bertujuan membantu pengusaha pribumi.
  • Program / Sumitro Plan tahun 1951
  • Rencana Lima Tahun Pertama, tahun 1955- 1960
  • Rencana Delapan Tahun 
Walaupun demikian, semua program & rencana tersebut tidak memberikan hasil yang berarti bagi perekonomian Indonesia. Beberapa factor yang menyebabkan kegagalan adalah:

  •      Program-program tersebut disusun oleh tokoh-tokoh yang relative bukan di bidangnya, namun oleh tokoh politik, dengan demikian keputusan-keputusan yang dibuat cenderung menitikberatkan pada masalah politik, bukan masalah ekonomi.
  •      Kelanjutan dari akibat di atas, dana negara yang seharusnya di alokasikan untuk kepentingan kegiatan ekonomi, justru di alokasikan untuk kegiatan politik & perang
  •      Faktor berikutnya adalah terlalu pendeknya masa kerja setiap kabinet yang dibentuk (setiap parlementer saat itu). Tercatat tidak kurang dari 13x kabinet yang berganti pada ssat itu. Akibatnya program-program & rencana ekonomi yang telah disusun masing-masing kabinet tidak dapat dijalankan dengan tuntas.
  •      Disamping itu program & rencana yang disusun kurang memperhatikan potensi & aspirasi dari berbagai pihak. Selain itu, putusan individu & partai lebih di dominankan daripada kepentingan pemerintah & negara.
  •      Cenderung terpengaruh untuk menggunakan sistem perekonomian yang tidak sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia (liberalis, 1950- 1957) & etatisme (1958- 1965)
      Akibat yang ditimbulkan dari system etatisme yang pernah ‘terjadi’ di Indonesia pada periode tersebut, dapat dilihat dari bukti-bukti berikut:
  •      Semakin rusaknya sarana-sarana produksi & komunikasi, yang membawa dapak menurunnya nilai ekspor kita.
  •      Hutang luar negeri yang justru dipergunakan untuk proyek ‘Mercu Suar’
  •      Defisit anggaran negara yang makin besar & justru ditutup untuk mencetak uang baru, sehingga inflasi yang tinggi tidak dapat di cegah kembali.
  •      Keadaan tersebut masih di perparah dengan laju pertumbuhan penduduk sebanyak 2,8% yang lebih besar dari laju pertumbuhan ekonomi saat itu yakni 2,2%.
     B. Perkembangan Sistem Ekonomi Indonesia setelah Orde Baru 
     
      Iklim kebangsaan setelah Orde Baru menunjukkan suatu kondisi yang sangat mendukung untuk mulai dilaksanakannya sistem ekonomi yang sesungguhnya diinginkan rakyat Indonesia. Setelah melalui masa-masa sulit & penuh tantangan pada tahun 1945- 1965, semua tokoh negara yang duduk dalam pemerintahan sebagai wakil rakyat sepakat untuk kembali menempatkan sistem ekonomi kita pada nilai-nilai yang telah tersirat dalam UUD 1945. Dengan demikian Sistem Demokrasi Ekonomi & Sistem Ekonomi Pancasila kembali menjadi satu-satunya acuan bagi pelaksanaan semua kegiatan ekonomi selanjutnya.
     Awal orde baru diwarnai dengan masa-masa rehabilitasi & perbaikan hampir diseluruh sector kehidupan tidak terkecuali sektor ekonomi. Rehabilitasi ini terutama ditujukan untuk:
  • Membersihkan segala aspek kehidupan dari sisa-sisa paham & system perekonomian yang lama (liberal/kapitalis & etatisme/komunis).
  • Menurunkan & mengendalikan laju inflasi yang saat itu sangat tinggi, yang berakibat terhambatnya proses penyembuhan & peningkatan kegiatan ekonomi secara umum.T
      Tercatat bahwa:
  • Tingkat inflasi tahun 1966 sebesar 650%
  • Tingkat inflasi tahun 1967 sebesar 120%
  • Tingkat inflasi tahun 1968 sebesar 85%
  • Tingkat inflasi tahun 1969 sebesar 9,9%
      Dari data di atas, menjadi jelas, mengapa rencana pembangunan Lima Tahun Pertama ( REPELITA I) baru dimulai pada tahun 1969.


Referensi:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar