A. Distribusi
Pendapatan Nasional & Kemiskinan
1. Distribusi pendapatan dan kemiskinan di Indonesia
Dalam distribusi pendapatan baik
antarkelompok berpendapatan, antardaerah perkotaan dan daerah pedesaan, atau
antarkawasan dan propinsi dan kemiskinan merupakan dua masalah yang masih
mewarnai perekonomian Indonesia.
Pada awal pemerintahan orde baru, perencanaan pembangunan ekonomi di Indonesia masih sangat percaya bahwa apa yang dimaksud dengan trickle down effect akan terjadi. Oleh karena itu, strategi pembangunan diterapkan oleh pemerintah pada awal periode orde baru hingga akhir tahun 1970-an terpusatkan pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Untuk mencapai tujuan tersebut maka pusat pembangunan dimulai di Pulau Jawa, khususnya Propinsi Jawa Barat, karena fasilitas seperti infrastruktur lebih tersedia dibandingkan dipropinsi lainnya di Indonesia dan di beberapa propinsi hanya dibeberapa sector saja yang bisa dengan cepat memberi pertumbuhan misalnya sector primer dan industri berat.
Setelah sepuluh tahun pelita I dimulai, mulai kelihatan bahwa efek yang dimaksud itu mungkin tidak dapat dikatakan sama sekali tidak ada, tetapi proses mengalir kebawahnya sangat lamban. Sebagai akibatnya, Indonesia menikmati laju pertumbuhan yang relatif tinggi, tetapi pada waktu yang bersamaan tingkat kesenjangan semakin membesar dan jumlah orang miskin semakin banyak. Tepatnya setelah pelita III, strategi pembangunan mulai diubah. Tidak hanya pertumbuhan tetapi juga kesejahteraan masyarakat, tidak hanya dijawa, tetapi juga diluar jawa, menjadi kesejahteraan masyarakat, misalnya dengan mengembangkan industri yang padat karya dan sector pertanian . hingga saat ini sudah banyak program pemerintah yang berorientasi mengurangi kemiskinan, seperti inpres pedesaan, transmigrasi, dan masih banyak lagi.
Masalah kesenjangan ekonomi (pendapatan) dan kemiskinan di Indonesia akan dibahas. Faktor-faktor yang menyebabkan kesenjangan dan kemiskinan tetap ada ditanah air walaupun pembangunan ekonomi berjalan terus dan Indonesia memiliki laju pertumbuhan yang relatif tinggi.
Beberapa indikator distribusi pendapatan :
Sudah merupakan suatu fakta umum dibanyak negara berkembang, terutama Negara-negara proses pembangunan ekonomi yang sangat pesat seperti indonesi, laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dibarengi dengan tingkat kesenjangan ekonomi atau kemiskinan yang tinggi pula.
Sebagai dasar dari kerangka pemikiran untuk menganalisis masalah trade-off antara pertumbuhan dan kemiskinan atau kesenjangan ekonomi adalaha salah satu metode statik yang umum digunakan untuk mengetimasi sejauh mana pencapaian tingkat kemerataan dalam distribusi pendapatan atau pengurangan kesenjangan ekonomi dalam suatu proses pembangunan ekonomi adalah mengukur nilai koefesien atau rasio gini.
Selai koefesien , pengukuran pemerataan pendapatan juga sering dilakukan berdasarkan kriteria bank dunia : penduduk dikelompokan menjadi tiga kelompok; yaitu penduduk dengan pendapatan rendah yang merupan 40% dari jumlah penduduk, penduduk dengan berpendapatan menengah yang merupakan 40% dari jumlah penduduk, dan penduduk yang berpendapatan tinggi yang merupakan 20% dari jumlah penduduk. Selanjutnya ketidak merataan pendapatan disuatu ekonomi diukur berdasarkan pendapatan yang dinikmati oleh 40% penduduk dengan pendapatan rendah.
Perubahan distribusi pendapatan
Perhitungan distribusi pendapatan di Indonesia menggunakan data survei sosial ekonomi nasional (susenas) pada tahun 1984, 1987, 1990, 1993. data pengeluaran konsumsi rumah tangga yang dikumpulakan oleh susenas digunakan sebagai pendekatan (proxy) untuk mengukur distribusi pendapatan penduduk di Indonesia. Karena pengertian pengeluaran konsumsi tidak sama dengan pengertian kekayaan, perbedaan konsep ini menjadi kendala serius dalam mengukur secara akurat tingkat dan distribusi kesejahteraan masyarakat Indonesia. Karena bisa saja seseorang tidak punya pekerjaan (pendapatan), tetapi sangat kaya karena ada warisan keluarga. Banyak pengusaha muda dari tingkat pendapatanya tidak terlalu berlebihan, tetapi mereka sangat kaya karena perusahaan tempat mereka bekerja adalah milik mereka (orang tuanya).
Penggunaan data pengeluaran konsumsi rumah tangga akan menghasilkandata pendapatan yang underestimate karena jumlah pendapatan bia lebih besar, sama, atau lebih kecil dari pada jumlah pengeluaran konsumsi. Misalnya pendapatan lebih besar tidak selalu berarti pengeluaran konsumsi juga besar. Dalam hal ini, berarti ada tabungan. Dalam hal ini belum tentu juga bila pendapatan rendah tidak selalu jumlah konsumsi juga rendah. Banyak rumah tangga memakai kredit untuk membiayai pengeluran konsumsi tertentu, misalnya untuk membeli rumah dan mobil untuk biaya sekolah anak, atau bahkan untuk liburan.
Keberhasilan pembangunan di Indonesia tidak hanya di ukur dari peningkatan pendapatan penduduk secara agregat atau per capital, tetapi juga (justru lebih penting lagi) di lihat dari distribusi peningkatan pendapatan tersebut terhadap semua anggota masyarakat. Sekarang ini, tingkat pendapatan per kapital di Indonesia sudah lebih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan 30 tahun yang lalu, yakni sekitar US$880. namun, apa artinya jika 10% saja dari jumlah penduduk di tanah air yang manikmati 90% dari jumlah pendapatan nasional, sedangkan sisanya (90%) hanya menikmati 10& dari pendapatan nasional selama ini hanya di nikmati oleh kelompok 10% tersebut, sedangkan pendapatan kelompok 90% tidak mengalami perbaikan yang berarti. Jadi dalam kata lain, pembangunan ekonomi di Indonesia akan dikatakan berhasil sepenuhnya bila tingkat kesenjangan ekonomi antara kelompok masyarakat miskin dan kelompok masyarakat kaya bisa diperkecil
Sejak akhir tahun 1970-an, pemerintah maulai memperliatkan kesugguhan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan penduduk ditanah air. Sejak itu aspek pemerataan dalam triologi pembangunan semakin ditekankan dan didefinisikan dalam delapan jalur pemerataan. Sudah banyak program pemerintahan hingga saat ini yang mecerminkan upaya tersebut, seperti program serta kebijakan yang mendukung pembangunan industri kecil dan rumah tangga serta koperasi, khususnya dipedesaan, inpres desa tertinggal (IDT), program keluarga sejahtera, program keluarga berencana (KB), program maka tambahan bagi anak sekolah dasar, program transmigrasi, peningkatan upah minimum regional (UMR), dan masih banyak lagi.
Menurut kriteria Bank Dunia, secara umum tingkat kesenjangan dalam distibusi pendapatan di Indonesia selama kurun waktu 1984-1993 tergolong rendah, baik didaerah pedesaan maupun daerah perkotaan yang ditunjukan oleh besarnyapersentase pendapatan yang dinikmati oleh kelompok penduduk 40% berpenghasilan rendah. Bagi kelompok penduduk 20% berpendapatan tinggi, besar pendapatanya yang diterima justru mengalami penurunan. Penurunan pangsa pendapatan ini karena laju pertumbuhan pendapatan kelompok penduduk 40% berpendapat rendah dan 40% berpendapat menengah lebih besar dari pada laju pertumbuhan pendapatan kelompok penduduk 20% berpendapat tinggi.
Tingkat pemerataan pendapatan di daerah pedesaan yang relatif lebih baik dari pada didaerah perkotaan juga terjadi hamper disemua propinsi di Indonesia. Semakin buruknya distribusi pendapatan di daerah perkotaan dibandingkan didaerah pedesaan terutama disebabkan oleh pola perekonmian dan jumlah serta kondisi sarana dan prasarana pendukung kegiatan ekonomi sangat berbeda antara pedesaan dan perkotaan. Dikota, Jakarta misalnya persaingan dalam dunia usaha dan dalam mendapatkan pekerjaan semakin keras. Jumlah manusia dijakarta semakin keras. Jumlah manusia dijakarta semakin banyaki, diperkirakan sekita sepuluh juta orang, yang sebagian disebabkan oleh orang-orang yang terus datang ke Jakarta terutama yang berasal dari Jawa dan Sumatra. Sementara kemanapun ekonomi Jakarta untuk memberi pekerjaan bagi pencari kerja yang bertambah jumlahnya setiap tahun terbatas. Terjadi perpindahan surplus tenaga kerja dari desa ke kota. Mereka tidak bisa ditampung disektor formal akhirnya masuk ke sector informal yang pada umumnya merupakan kegiatan ekonomi dengan tingkat produktivitas dan pendapatan rendah. Karena terlalu banyak orang yang mau bekerja disektor formal, sedangkan daya tamping sector tersebut terbatas maka semakin berat seleksi penerimaan pekerja. Pendidikan atau keterampilan khusus menjadi salah satu kriteria utama dalam seleksi tenaga kerja disektor formal. Jumlah penganggruan, terutama setengah pengangguran, semakin tinggi, dan kesenjangan antara kelompok masyarakat yang mempunyai kesempatan bekerja disektor formal dan kelompok masyarakat yang hanya bisa bekerja disektor informal atau yang tidak memiliki pekerjaan semakin besar.
Pada awal pemerintahan orde baru, perencanaan pembangunan ekonomi di Indonesia masih sangat percaya bahwa apa yang dimaksud dengan trickle down effect akan terjadi. Oleh karena itu, strategi pembangunan diterapkan oleh pemerintah pada awal periode orde baru hingga akhir tahun 1970-an terpusatkan pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Untuk mencapai tujuan tersebut maka pusat pembangunan dimulai di Pulau Jawa, khususnya Propinsi Jawa Barat, karena fasilitas seperti infrastruktur lebih tersedia dibandingkan dipropinsi lainnya di Indonesia dan di beberapa propinsi hanya dibeberapa sector saja yang bisa dengan cepat memberi pertumbuhan misalnya sector primer dan industri berat.
Setelah sepuluh tahun pelita I dimulai, mulai kelihatan bahwa efek yang dimaksud itu mungkin tidak dapat dikatakan sama sekali tidak ada, tetapi proses mengalir kebawahnya sangat lamban. Sebagai akibatnya, Indonesia menikmati laju pertumbuhan yang relatif tinggi, tetapi pada waktu yang bersamaan tingkat kesenjangan semakin membesar dan jumlah orang miskin semakin banyak. Tepatnya setelah pelita III, strategi pembangunan mulai diubah. Tidak hanya pertumbuhan tetapi juga kesejahteraan masyarakat, tidak hanya dijawa, tetapi juga diluar jawa, menjadi kesejahteraan masyarakat, misalnya dengan mengembangkan industri yang padat karya dan sector pertanian . hingga saat ini sudah banyak program pemerintah yang berorientasi mengurangi kemiskinan, seperti inpres pedesaan, transmigrasi, dan masih banyak lagi.
Masalah kesenjangan ekonomi (pendapatan) dan kemiskinan di Indonesia akan dibahas. Faktor-faktor yang menyebabkan kesenjangan dan kemiskinan tetap ada ditanah air walaupun pembangunan ekonomi berjalan terus dan Indonesia memiliki laju pertumbuhan yang relatif tinggi.
Beberapa indikator distribusi pendapatan :
Sudah merupakan suatu fakta umum dibanyak negara berkembang, terutama Negara-negara proses pembangunan ekonomi yang sangat pesat seperti indonesi, laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dibarengi dengan tingkat kesenjangan ekonomi atau kemiskinan yang tinggi pula.
Sebagai dasar dari kerangka pemikiran untuk menganalisis masalah trade-off antara pertumbuhan dan kemiskinan atau kesenjangan ekonomi adalaha salah satu metode statik yang umum digunakan untuk mengetimasi sejauh mana pencapaian tingkat kemerataan dalam distribusi pendapatan atau pengurangan kesenjangan ekonomi dalam suatu proses pembangunan ekonomi adalah mengukur nilai koefesien atau rasio gini.
Selai koefesien , pengukuran pemerataan pendapatan juga sering dilakukan berdasarkan kriteria bank dunia : penduduk dikelompokan menjadi tiga kelompok; yaitu penduduk dengan pendapatan rendah yang merupan 40% dari jumlah penduduk, penduduk dengan berpendapatan menengah yang merupakan 40% dari jumlah penduduk, dan penduduk yang berpendapatan tinggi yang merupakan 20% dari jumlah penduduk. Selanjutnya ketidak merataan pendapatan disuatu ekonomi diukur berdasarkan pendapatan yang dinikmati oleh 40% penduduk dengan pendapatan rendah.
Perubahan distribusi pendapatan
Perhitungan distribusi pendapatan di Indonesia menggunakan data survei sosial ekonomi nasional (susenas) pada tahun 1984, 1987, 1990, 1993. data pengeluaran konsumsi rumah tangga yang dikumpulakan oleh susenas digunakan sebagai pendekatan (proxy) untuk mengukur distribusi pendapatan penduduk di Indonesia. Karena pengertian pengeluaran konsumsi tidak sama dengan pengertian kekayaan, perbedaan konsep ini menjadi kendala serius dalam mengukur secara akurat tingkat dan distribusi kesejahteraan masyarakat Indonesia. Karena bisa saja seseorang tidak punya pekerjaan (pendapatan), tetapi sangat kaya karena ada warisan keluarga. Banyak pengusaha muda dari tingkat pendapatanya tidak terlalu berlebihan, tetapi mereka sangat kaya karena perusahaan tempat mereka bekerja adalah milik mereka (orang tuanya).
Penggunaan data pengeluaran konsumsi rumah tangga akan menghasilkandata pendapatan yang underestimate karena jumlah pendapatan bia lebih besar, sama, atau lebih kecil dari pada jumlah pengeluaran konsumsi. Misalnya pendapatan lebih besar tidak selalu berarti pengeluaran konsumsi juga besar. Dalam hal ini, berarti ada tabungan. Dalam hal ini belum tentu juga bila pendapatan rendah tidak selalu jumlah konsumsi juga rendah. Banyak rumah tangga memakai kredit untuk membiayai pengeluran konsumsi tertentu, misalnya untuk membeli rumah dan mobil untuk biaya sekolah anak, atau bahkan untuk liburan.
Keberhasilan pembangunan di Indonesia tidak hanya di ukur dari peningkatan pendapatan penduduk secara agregat atau per capital, tetapi juga (justru lebih penting lagi) di lihat dari distribusi peningkatan pendapatan tersebut terhadap semua anggota masyarakat. Sekarang ini, tingkat pendapatan per kapital di Indonesia sudah lebih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan 30 tahun yang lalu, yakni sekitar US$880. namun, apa artinya jika 10% saja dari jumlah penduduk di tanah air yang manikmati 90% dari jumlah pendapatan nasional, sedangkan sisanya (90%) hanya menikmati 10& dari pendapatan nasional selama ini hanya di nikmati oleh kelompok 10% tersebut, sedangkan pendapatan kelompok 90% tidak mengalami perbaikan yang berarti. Jadi dalam kata lain, pembangunan ekonomi di Indonesia akan dikatakan berhasil sepenuhnya bila tingkat kesenjangan ekonomi antara kelompok masyarakat miskin dan kelompok masyarakat kaya bisa diperkecil
Sejak akhir tahun 1970-an, pemerintah maulai memperliatkan kesugguhan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan penduduk ditanah air. Sejak itu aspek pemerataan dalam triologi pembangunan semakin ditekankan dan didefinisikan dalam delapan jalur pemerataan. Sudah banyak program pemerintahan hingga saat ini yang mecerminkan upaya tersebut, seperti program serta kebijakan yang mendukung pembangunan industri kecil dan rumah tangga serta koperasi, khususnya dipedesaan, inpres desa tertinggal (IDT), program keluarga sejahtera, program keluarga berencana (KB), program maka tambahan bagi anak sekolah dasar, program transmigrasi, peningkatan upah minimum regional (UMR), dan masih banyak lagi.
Menurut kriteria Bank Dunia, secara umum tingkat kesenjangan dalam distibusi pendapatan di Indonesia selama kurun waktu 1984-1993 tergolong rendah, baik didaerah pedesaan maupun daerah perkotaan yang ditunjukan oleh besarnyapersentase pendapatan yang dinikmati oleh kelompok penduduk 40% berpenghasilan rendah. Bagi kelompok penduduk 20% berpendapatan tinggi, besar pendapatanya yang diterima justru mengalami penurunan. Penurunan pangsa pendapatan ini karena laju pertumbuhan pendapatan kelompok penduduk 40% berpendapat rendah dan 40% berpendapat menengah lebih besar dari pada laju pertumbuhan pendapatan kelompok penduduk 20% berpendapat tinggi.
Tingkat pemerataan pendapatan di daerah pedesaan yang relatif lebih baik dari pada didaerah perkotaan juga terjadi hamper disemua propinsi di Indonesia. Semakin buruknya distribusi pendapatan di daerah perkotaan dibandingkan didaerah pedesaan terutama disebabkan oleh pola perekonmian dan jumlah serta kondisi sarana dan prasarana pendukung kegiatan ekonomi sangat berbeda antara pedesaan dan perkotaan. Dikota, Jakarta misalnya persaingan dalam dunia usaha dan dalam mendapatkan pekerjaan semakin keras. Jumlah manusia dijakarta semakin keras. Jumlah manusia dijakarta semakin banyaki, diperkirakan sekita sepuluh juta orang, yang sebagian disebabkan oleh orang-orang yang terus datang ke Jakarta terutama yang berasal dari Jawa dan Sumatra. Sementara kemanapun ekonomi Jakarta untuk memberi pekerjaan bagi pencari kerja yang bertambah jumlahnya setiap tahun terbatas. Terjadi perpindahan surplus tenaga kerja dari desa ke kota. Mereka tidak bisa ditampung disektor formal akhirnya masuk ke sector informal yang pada umumnya merupakan kegiatan ekonomi dengan tingkat produktivitas dan pendapatan rendah. Karena terlalu banyak orang yang mau bekerja disektor formal, sedangkan daya tamping sector tersebut terbatas maka semakin berat seleksi penerimaan pekerja. Pendidikan atau keterampilan khusus menjadi salah satu kriteria utama dalam seleksi tenaga kerja disektor formal. Jumlah penganggruan, terutama setengah pengangguran, semakin tinggi, dan kesenjangan antara kelompok masyarakat yang mempunyai kesempatan bekerja disektor formal dan kelompok masyarakat yang hanya bisa bekerja disektor informal atau yang tidak memiliki pekerjaan semakin besar.
2.
Pengertian Kemiskinan
Secara etimologis “kemiskinan” berasal dari kata
“miskin” yang artinya tidak berharta benda dan serba kekurangan. Departemen
Sosial dan Biro Pusat Statistik, mendefinisikan sebagai ketidakmampuan individu
dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak (BPS dan Depsos,2002).
Sedangkan pengertian kemiskinan
menurut para ahli antara lain:
a. Menurut
Amartya Sen
Seseorang dikatakan miskin bila
mengalami "capability deprivation" dimana seseorang tersebut
mengalami kekurangan kebebasan yang substantif. Menurut Bloom dan Canning,
kebebasan substantif ini memiliki dua sisi: kesempatan dan rasa aman.
Kesempatan membutuhkan pendidikan dan keamanan membutuhkan kesehatan. Amartya
Sen, seperti dikutip dari Bloom dan Canning (2001,The Health and Poverty of
Nations: From Theory to Practice, School of Public Health, Harvard
University, Boston and Dept. of Economics, Queens University, Belfast).
b. Menurut Uni Eropa
Uni Eropa umumnya mendefinisikan penduduk
miskin adalah mereka yang mempunyai pendapatan per kapita di bawah 50 persen
dari median (rata-rata) pendapatan. Ketika median/rata-rata pendapatan meningkat, garis kemiskinan relatif juga
meningkat.
Dua ukuran kemiskinan yang digunakan oleh Bank Dunia, yaitu :
- US$
1 perkapita per hari dimana diperkirakan ada sekitar 1,2 miliar penduduk dunia
yang hidup dibawah ukuran tersebut.
- US$
2 perkapita per hari dimana lebih dari 2 miliar penduduk yang hidup kurang dari
batas tersebut. US dollar yang digunakan adalah US$ PPP (Purchasing Power
Parity), bukan nilai tukar resmi (exchange
rate). Kedua batas ini adalah garis kemiskinan absolut.
c. Menurut
Soerjono Soekanto
Kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup
memlihara dirinya sendiri
sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga
mental, maupun fisiknya dalam kelompok tersebut." Soerjono Soekanto,
(1982,Sosiologi: suatu Pengantar, Rajawali
Press)
d. Menurut
Frank Ellis
Kemiskinan memiliki berbagai dimensi yang
menyangkut aspek ekonomi, politik dan sosial-psikologis.Orang disebut miskin
jika dalam kadar tertentu sumber daya ekonomi yang mereka miliki di bawah
target atau patokan yang telah ditentukan. Yang dimaksud dengan kemiskinan
sosial adalah kurangnya jaringan sosial dan struktur sosial yang mendukung
orang untuk mendapatkan kesempatan - kesempatan agar produktivitasnya
meningkat. Dapat juga dikatakan bahwa kemiskinan sosial adalah kemiskinan yang
disebabkan oleh adanya faktor-faktor penghambat sehingga mencegah dan
menghalangi seseorang untuk memanfaatkan kesempatan – kesempatan yang tersedia.
3. Pertumbuhan dan pemerataan dalam konteks pembangunan ekonomi Indonesia
Pertumbuhan ekonomi mempunyai arti penting. Petumbuhan
ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi utama atau suatu
keharusan bagi kelangsungan pembangunanekonomi dan peningkatan kesejahteraan. Karena
jumlah penduduk bertambah setiap tahun yang dengan sendirinya kebutuhan
konsumsinsehari-hari juga bertambah setiap tahun, maka dibutuhkan penambahan
pendapatan setiap tahun.
Selain dari sisi permintaan (konsumsi), dari sisi
penawaran, pertumbuhan penduduk juga membutuhkan pertumbuhan kesempatan kerja
(sumber pendapatan). Pertumbuhan ekonomi tanpa dibarengi dengan penambahan
kesempatan kerja akan mengakibatkan ketimpangan dalam pembagian dari penambhana
pendapatan tersebut (ceteris paribus), yang selanjutnya akan menciptakan suatu kondisi
pertumbuhan ekonomi dengan peningkatan kemiskinan. Pemenuhan kebutuhan konsumsi
dan kesempatan kerja itu sendiri hanya bisa dicapai dengan penigkatan output agregat (barang dan jasa)
atau PDB yang terus-menerus. Dalam pemahaman ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi
adalah penambahan PDB, yang berarti peningkatan PN.
Penjelasan ini juga terdapat teori-teori dan model-model pertumbuhan
perekonomian seperti Teori
Klasik, Teori Neo-Keynes, Teori
Neo-Klasik dan Teori Modern. Di
dalam teori klasik ada dua aliran pemikiran mengenai pertumbuhan ekonomi yang
dilihat dari sisi AS/produksi yaitu teori klasik dan teori modern dan diantara
kedua ini, teori neo-keynes dan teori neo-klasik. Dasar pemikiran teori klasik
adalah pembangunan ekonomi yang dilandasi oleh sistem Liberal, yang
manapertumbuhan ekonomi di pacu oleh semangat untuk mendapatkan keuntungan
maksimal. Beberapa teori klasik terdapat disini yaitu sebagai berikut:
1)
Teori
Pertumbuhan Adam Smith, di dalam teori ini terdapat tiga faktor
penentu proses produksi/pertumbuhan, yaitu SDA, SDM, dan barang modal.
2) Teori Pertubuhan David Ricardo, pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh SDA
(dalam arti tanah) yang terbatas jumlahnya, dan jumlah penduduk yang
menghasilkan jumlah tenaga kerja yang menyesuaikan diri dengan tingkat upah. Menurut
David Ricardo pertanian adalah sektor utama sebagai motor penggerak pertumbuhan
ekonomi.
3) Teori
Pertumbuhan dari Thomas Robert Malthus, menurutnya,
ukuran keberhasilan pembangunan suatu perekonomian adalah kesejahteraan Negara,
yakni jika PNB potensialnya meningkat. Sekotor yang paling dominan adalah
sektor industri dan pertanian. Jika output di kedua sektor itu di tingkatkan,
maka PNB potensialnya akan bisa di tingkatkan. Menurut Thomas Robert Malthus
ada dua faktor yang sangat menentukan pertumbuhan yaitu faktor ekonomi seperti
tanah, tenaga kerja, modal dan organisasi ; dan juga faktor nonekonomis seperti
keamanan atas kekayaan, konstitusi dan hukum yang pasti, etos kerja dan
disiplin pekerja yang tinggi. tetapi, diantara faktor tersebut yang paling
berpengaruh adalah faktor akumulasi modal.
4) Teori
Marx, membuat lima tahapan perkembangan
sebuah perekonomian yaitu: 1. perekonomian komunal priminif 2. perekonomian
perbudakan 3. perekonomian feodal 4. perekonomian kapitalis 5. perekonomian
sosialis.
Teori selanjutnya yaitu
tentang teori Neo-Keynes, model pertumbuhan yang di dalam kelompok teori
Neo-Keynes adalah model daro Harrod dan Domar yang mencoba memeperlus teori
keynes mengenai keseimbangan pertumbuhan ekonomi dalam perspektif jangaka
panjang dengan menlihat pengaruh dari investasi, baik pada AD maupun pada perluasan
kapasitas produksi AS, yang pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Selanjutnya yaitu mengenai Teori Neo-Klasik. Pemikiran dari teori ini didasarkan pada kritik atas kelemahan-kelemahan atau penyempurnaan terhadap pandangan/asumsi dari teori klasik. Beberapa model teori ini adalah sebagai berikut yaitu:
Selanjutnya yaitu mengenai Teori Neo-Klasik. Pemikiran dari teori ini didasarkan pada kritik atas kelemahan-kelemahan atau penyempurnaan terhadap pandangan/asumsi dari teori klasik. Beberapa model teori ini adalah sebagai berikut yaitu:
1) Model Pertumbuhan A.Lewis
2) Model Petumbuhan Paul A.Baran
3) Teori Ketergantungan Neokolonial
4) Model Pertumbuhan WW.Rostow
Kemudian Teori Modern, dari teori-teori
yang di bahas dia atas kurang dapat menjelaskan pertumbuhan ekonomi yang sejak
tahun 1950-an di banyak negara di dunia yang kenyataannya pertumbuhan tersebut
tidak sepenuhnya hanya dodorong olah akumulasi modal dan penambahan jumlah
tenaga kerja,, tetapi juga disebabkan oleh peningkatan produktifitas dari kedua
faktor tersebut.
Setelah melihat teori-teori di atas kita akan melihat kondisi pembangunan ekonomiIndonesia
selama pemerintahan orde baru (sebelum krisis ekonomi 1997) dapat dikatakan
bahwa Indonesia
telah mengalami suatu proses dalam pembanguna ekonomi yang spektakuler, paling
tidak pada tingkat makro(agregat). Keberhasilan ini dapat diukur dengan
sejumlah indikator ekonomi makro.
tetapi, pada sekarang ini pemerataan dalam konteks Pembangunan EkonomiIndonesia
kurang merata karena semakin banyak saja masyarakat khususnya Indonesia yang masih kekurangan
dalam faktor pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan.
Setelah melihat teori-teori di atas kita akan melihat kondisi pembangunan ekonomi
tetapi, pada sekarang ini pemerataan dalam konteks Pembangunan Ekonomi
Referensi:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar