1.
Jelaskan tahap – tahap perkembangan
moral menurut Lawrence Kohlberg!
Jawab :
Dalam penelitiannya
Lawrence Kohlberg berhasil memperlihatkan 6 tahap dalam seluruh proses
berkembangnya pertimbangan moral anak dan orang muda. Keenam tipe ideal itu diperoleh
dengan mengubah tiga tahap Piaget/Dewey dan menjadikannya tiga “tingkat” yang
masing-masing dibagi lagi atas 2 “tahap”. Ketiga “tingkat” itu adalah tingkat
prakonvensional, konvensional dan pasca-konvensional.
Tahap
prakonvensional sering kali berperilaku “baik” dan
tanggap terhadap label-label budaya mengenai baik dan buruk, namun ia
menafsirkan semua label ini dari segi fisiknya (hukuman, ganjaran kebaikan)
atau dari segi kekuatan fisik mereka yang mengadakan peraturan dan menyebut
label tentang yang baik dan yang buruk. Tingkat ini biasanya ada pada anak-anak
yang berusia empat hingga sepuluh tahun.
Tingkat kedua atau tingkat konvensional juga dapat digambarkan sebagai tingkat
konformis, meskipun istilah itu mungkin terlalu sempit. Pada tingkat ini, anak
hanya menuruti harapan keluarga, kelompok atau bangsa, dan dipandangnya sebagai
hal yang bernilai dalam dirinya, tanpa mengindahkan akibat yang segera dan
nyata. Individu tidak hanya berupaya menyesuaikan diri dengan tatanan
sosialnya, tetapi juga untuk mempertahankan, mendukung dan membenarkan tatanan
sosial itu.
Tingkat
pasca-konvensional dicirikan oleh dorongan utama menuju ke
prinsip-prinsip moral otonom, mandiri, yang memiliki validitas dan penerapan,
terlepas dari otoritas kelompok-kelompok atau pribadi-pribadi yang memegangnya
dan terlepas pula dari identifikasi si individu dengan pribadi-pribadi atau
kelompok-kelompok tersebut. Pada tingkat ini terdapat usaha yang jelas untuk
merumuskan nilai-nilai dan prinsip moral yang memiliki keabsahan dan dapat
diterapkan terlepas dari otoritas kelompok atau orang yang berpegang pada
prinsip-prinsip itu.
Pada
tingkat prakonvensional kita menemukan:
Tahap
I
Orientasi hukuman dan kepatuhan:
Orientasi pada hukuman dan rasa hormat yang tak dipersoalkan terhadap kekuasan
yang lebih tinggi. Akibat fisik tindakan, terlepas arti atau nilai
manusiawinya, menentukan sifat baik dan sifat buruk dari tindakan ini.
Tahap
2
Orientasi relativis-intrumental:
Perbuatan yang benar adalah perbuatan yang secara instrumental memuaskan
kebutuhan individu sendiri dan kadang-kadang kebutuhan orang lain. Hubungan
antarmanusia dipandang seperti hubungan di tempat umum. Terdapat unsur-unsur
kewajaran, timbal-balik, dan persamaan pembagian, akan tetapi semuanya itu
selalu ditafsirkan secara fisis pragmatis, timbal-balik adalah soal ”Jika anda
menggaruk punggungku, nanti aku akan menggaruk punggungmu”, dan ini bukan soal
kesetiaan, rasa terima kasih atau keadilan.
Pada
tingkat konvensional kita menemukan:
Tahap
3
Orientasi kesepakatan antara pribadi
atau Orientasi ”Anak manis”: Orientasi ”anak manis”. Perilaku yang baik adalah
perilaku yang menyenangkan atau membantu orang lain, dan yang disetujui oleh
mereka. Terdapat banyak konformitas dengan gambaran-gambaran stereotip mengenai
apa yang diangap tingkah laku mayoritas atau tingkah laku yang ’wajar’.
Perilaku kerap kali dinilai menurut niat, ungkapan ”ia bermaksud baik” untuk
pertama kalinya menjadi penting dan digunakan secara berlebih-lebihan. Orang
mencari persetujuan dengan berperilaku ”baik”.
Tahap
4
Orientasi hukum dan ketertiban:
Orientasi kepada otoritas, peraturan yang pasti dan pemeliharaan tata aturan
sosial. Perbuatan yang benar adalah menjalankan tugas, memperlihatkan rasa
hormat terhadap otoritas, dan pemeliharaan tata aturan sosial tertentu demi
tata aturan itu sendiri. Orang mendapatan rasa hormat dengan berperilaku
menurut kewajibannya.
Pada
tingkat pasca-konvensional kita melihat:
Tahap
5
Orientasi kontrak sosial legalistis:
Suatu orientasi kontrak sosial, umumnya bernada dasar legalistis dan
utilitarian. Perbuatan yang benar cenderung didefinisikan dari segi hak-hak
bersama dan ukuran-ukuran yang telah diuji secara kritis dan disepakati oleh
seluruh masyarakat. Terdapat suatu kesadaran yang jelas mengenai relativisme nilai-nilai
dan pendapat-pedapat pribadi serta suatu tekanan pada prosedur yang sesuai
untuk mencapai kesepakatan. terlepas dari apa yang disepakati secara
konstitusional dan demokratis, yang benar dan yang salah merupakan soal ”nilai”
dan ”pendapat” pribadi. hasilnya adalah suatu tekanan atas ”sudut pandangan
legal”, tetapi dengan menggarisbawahi kemungkinan perubahan hukum berdasarkan
pertimbangan rasional mengenai kegunaan sodial dan bukan membuatnya beku dalam
kerangka ”hukum dan ketertiban” seperti pada gaya tahap 4. Di luar bidang
legal, persetujuan dan kontrak bebas merupakan unsur-unsur pengikat unsur-unsur
kewajiban. Inilah moralitas ”resmi” pemerintahan Amerika Serikat dan
mendapatkan dasar alasannya dalam pemikiran para penyusun Undang-Undang.
Tahap
6
Orientasi Prinsip Etika Universal:
Orientasi pada keputusan suara hati dan pada prinsip-prinsip etis yang dipilih
sendiri, yang mengacu pada pemaham logis, menyeluruh, universalitas dan
konsistensi. Prinsip-prinsip ini bersifat abstrak dan etis (kaidah emas,
kategoris imperatif). Prinsip-prinsip itu adalah prinsip-prinsip universal
mengenai keadilan, timbal-balik, dan persamaan hak asasi manusia, serta rasa
hormat terhadap martabat manusia sebai person individual.
2. Apa yang menentukan tingkatan intensitas
masalah etika?
Jawab:
Ada 4 tingkatan intensitas mengenai etika, yaitu :
1. Etika atau moral pribadi yaitu
yang memberikan teguran tentang baik atau buruk, yang sangat tergantung kepada
beberapa faktor antara lain pengaruh orang tua, keyakinan agama, budaya, adat
istiadat, dan pengalaman masa lalu.
2. Etika profesi yaitu serangkaian
norma atau aturan yang menuntun perilaku kalangan profesi tertentu.
3. Etika organisasi yaitu
serangkaian aturan dan norma yang bersifat formal dan tidak formal yang
menuntun perilaku dan tindakan anggota organisasi yang bersangkutan.
4. Etika sosial yaitu norma-norma
yang menuntun perilaku dan tindakan anggota masyarakat agar keutuhan kelompok
dan anggota masyarakat selalu terjaga atau terpelihara.
3. Jelaskan jenis-jenis penyimpangan ditempat
kerja!
Jawab:
Penyimpangan di tempat kerja adalah perilaku tidak etis yang
melanggar norma-norma organisasi mengenai benar atau salah. Terdapat 4 jenis
penyimpangan di tempat kerja, antara lain:
a.
Penyimpangan produksi
Perilaku tidak etis
dengan merusak mutu dan jumlah hasil produksi. Misalnya: pulang lebih awal,
beristirahat lebih lama, sengaja bekerja lamban, sengaja membuang-buang sumber
daya.
b.
Penyimpangan hak milik.
Perilaku tidak etis
terhadap harta milik perusahaan. Misalnya: menyabot, mencuri atau merusak
peralatan, mengenakan tarif jasa yang lebih tinggi dan mengambil kelebihannya, menipu jumlah jam kerja,
mencuri dari perusahaan lain.
c.
Penyimpangan politik
Yaitu menggunakan
pengaruh seseorang untuk merugikan orang lain dalam perusahaan. Misalnya:
mengambil keputusan berdasarkan pilih kasih dan bukan kinerja, menyebarkan
kabar burung tentang rekan kerja, menuduh orang lain atas kesalahan yang tidak
dibuat.
d.
Penyerangan pribadi
Merupakan sikap
bermusuhan atau perilaku menyerang terhadap orang lain. Seperti: pelecehan
seksual, perkataan kasar, mencuri dari rekan kerja, mengancam rekan kerja
secara pribadi.
SUMBER :